Ramadan bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga momen melatih kesabaran, disiplin, dan pengendalian diri. Selama sebulan penuh, kita membiasakan diri dengan kebiasaan positif yang memberikan dampak nyata dalam kehidupan. 

Namun, tantangan sesungguhnya justru dimulai setelah bukan saat Ramadhan, tetapi pasca Idul Fitri, apakah kita mampu mempertahankan kebiasaan baik atau kembali ke pola lama tentu menjadi pertanyaan. Dari sudut pandang psikologi positif, Ramadan bisa menjadi titik awal perubahan jangka panjang jika konsistensi perilaku diterapkan dengan baik.

Ramadan sebagai Latihan Pengendalian Diri

Selama bulan puasa, kita belajar menunda keinginan dan mengelola dorongan spontan. Disiplin dalam menahan lapar dan haus bukan sekadar aturan agama, tetapi juga membangun ketahanan diri dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak orang merasakan perubahan dalam pola pikir dan sikap setelah menjalani Ramadan dengan penuh kesadaran.

Dr. Bagus Riyono, M.A., Psikolog dari Universitas Gadjah Mada, menjelaskan bahwa puasa melatih seseorang untuk meningkatkan kontrol diri. “Selama Ramadan, kita belajar untuk tidak hanya mengontrol rasa lapar, tetapi juga dorongan emosional. Ini adalah proses yang memperkuat self-regulation, yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya dalam seminar psikologi di UGM Maret lalu

Perubahan perilaku ini juga bersifat sosial. Ada semangat kebersamaan dalam menjalankan ibadah, berbagi dengan sesama, dan mempererat solidaritas. Sayangnya, setelah Ramadan, dukungan lingkungan ini sering kali berkurang, sehingga kebiasaan baik pun berisiko memudar.

Idul Fitri sebagai Momen Refleksi dan Lembaran Baru

Idul Fitri sering dimaknai sebagai ‘kembali ke fitrah’ atau kembali ke kesucian. Namun, lebih dari itu, Idul Fitri juga menjadi kesempatan untuk mengevaluasi diri. Saat merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa, ada baiknya kita bertanya: kebiasaan baik apa yang telah terbentuk selama Ramadan? Bagaimana cara mempertahankannya agar tidak hanya menjadi rutinitas musiman?

Dr. Andi Firmansyah, seorang pakar psikologi klinis, dalam wawancara di Jakarta pada April lalu, menyatakan, “Banyak orang melihat Idul Fitri sebagai akhir dari perjuangan sebulan penuh. Padahal, lebih bijak jika kita melihatnya sebagai awal dari kehidupan dengan kebiasaan yang lebih baik.” Ramadan seharusnya bukan sekadar fase, tetapi titik awal dari perubahan jangka panjang.

Salah satu cara menjaga perubahan ini adalah dengan membuat target sederhana dan realistis. Misalnya, tetap meluangkan waktu untuk ibadah, menjaga pola makan sehat, atau mempertahankan sikap dermawan yang telah dipupuk selama Ramadan. Dengan cara ini, kebiasaan yang terbentuk tidak akan hilang begitu saja.

Menjaga kebiasaan baik setelah Ramadan adalah tantangan tersendiri. Menurut Dr. Rahmat Hidayat, seorang psikolog pendidikan, dalam konferensi psikologi di Surabaya pada Mei 2024, “Buatlah target kecil yang realistis setelah Ramadan. Dengan begitu, kebiasaan positif yang sudah terbentuk tidak akan mudah hilang.” Konsistensi tidak harus langsung dalam skala besar, tetapi dapat dimulai dengan langkah kecil yang dilakukan secara berkelanjutan.

Lingkungan juga berperan penting dalam menjaga perubahan ini. Keluarga, teman, atau komunitas yang mendukung akan membantu memperkuat kebiasaan baik yang telah dibangun. Dengan berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki visi serupa, motivasi untuk terus berkembang akan lebih mudah dijaga.

Pada akhirnya, Ramadan bukan hanya soal menahan diri selama sebulan, tetapi membentuk pola pikir dan kebiasaan yang dapat bertahan lama. 

Idul Fitri bukan garis akhir, melainkan awal dari perjalanan menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan pemahaman yang benar dan komitmen yang kuat, Ramadan dapat menjadi momentum perubahan yang sesungguhnya, tidak hanya secara spiritual tetapi juga dalam keseharian kita.

large_ramadan-composition-with-presents.webp

medium_ramadan-composition-with-presents.webp

small_ramadan-composition-with-presents.webp

thumbnail_ramadan-composition-with-presents.webp

ramadan-composition-with-presents.webp

Ramadan dan Konsistensi Perilaku: Membangun Kualitas Diri Pasca Idul Fitri

Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga mengajarkan kita untuk lebih sabar, mengontrol emosi, serta mengendalikan hawa nafsu. Dari sisi psikologi, puasa memiliki manfaat besar dalam melatih pengendalian diri (self-control), meningkatkan kesadaran diri (self-awareness), dan menjaga kesehatan mental secara keseluruhan.

Pengendalian diri adalah keterampilan penting dalam kehidupan sehari-hari. Dr. Bagus Riyono, M.A., Psikolog dari UGM, menjelaskan bahwa puasa membantu seseorang belajar menunda gratifikasi atau keinginan instan. "Saat berpuasa, kita berlatih untuk menunda pemenuhan kebutuhan, baik dari sisi makanan, emosi, maupun hal lainnya," ujarnya dalam diskusi di Pojok Bulaksumur UGM.

Sering kali, kita cenderung bertindak impulsif—makan berlebihan, mengeluarkan uang tanpa berpikir panjang, atau merespons sesuatu secara emosional. Dengan berpuasa, kita belajar untuk lebih mengendalikan dorongan tersebut sehingga menjadi pribadi yang lebih bijaksana.

Menariknya, puasa juga berdampak positif pada ketenangan jiwa. Penelitian dari National Institute of Aging di Amerika Serikat menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan kesehatan otak serta mengurangi risiko gangguan neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson. Hal ini karena puasa membantu meningkatkan fungsi otak dan mengurangi peradangan yang berkaitan dengan stres.

Selain itu, aktivitas ibadah yang meningkat selama Ramadan, seperti shalat, membaca Al-Qur’an, dan berzikir, turut merangsang produksi hormon endorfin yang berfungsi sebagai pereda stres alami. Tak heran jika banyak orang merasa lebih damai dan tenteram selama bulan suci ini.

Ramadan juga menjadi kesempatan untuk merefleksi diri. Dengan menahan diri dari berbagai kebiasaan sehari-hari, kita lebih mudah menyadari pola hidup dan sikap kita. Apakah kita sering berbicara tanpa berpikir? Apakah kita terlalu konsumtif? Sudahkah kita bersyukur atas apa yang kita miliki?

Direktur Halal Research Center UGM, Nanung Danar Dono, Ph.D., dalam seminar kesehatan Ramadan yang digelar di UGM awal Maret 2025, menekankan pentingnya memilih makanan sehat saat berbuka dan sahur. "Pilih bahan yang segar karena kandungan gizinya lebih lengkap dan masih terjaga," katanya. Ini menjadi pengingat bahwa pola makan sehat tidak hanya penting selama Ramadan, tetapi juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dampak Jangka Panjang: Hidup Lebih Terkendali dan Bahagia

Lebih dari sekadar ibadah tahunan, puasa bisa menjadi latihan bagi kehidupan setelah Ramadan. Kebiasaan baik yang terbentuk selama sebulan penuh dapat membantu kita mempertahankan pola makan yang lebih sehat, emosi yang lebih stabil, dan pengendalian diri yang lebih baik.

Jadi, Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang membentuk diri menjadi pribadi yang lebih baik. Jika kita mampu menerapkan nilai-nilai puasa dalam kehidupan sehari-hari, maka Ramadan akan menjadi momentum perubahan yang berarti.

Jika kamu membutuhkan pendampingan lebih lanjut dalam mengelola emosi, stres, atau ingin berkonsultasi tentang kesehatan mental selama Ramadan, Biro PSDM Consulting siap membantu kamu. Jangan ragu untuk menghubungi kami dan temukan solusi terbaik untuk kesejahteraan mentalmu!

large_DALL·E 2025-03-19 16.16.01 - A peaceful illustration of a person meditating or praying with a warm glow around them, symbolizing self-reflection and inner peace. In the background.webp

medium_DALL·E 2025-03-19 16.16.01 - A peaceful illustration of a person meditating or praying with a warm glow around them, symbolizing self-reflection and inner peace. In the background.webp

small_DALL·E 2025-03-19 16.16.01 - A peaceful illustration of a person meditating or praying with a warm glow around them, symbolizing self-reflection and inner peace. In the background.webp

thumbnail_DALL·E 2025-03-19 16.16.01 - A peaceful illustration of a person meditating or praying with a warm glow around them, symbolizing self-reflection and inner peace. In the background.webp

DALL·E 2025-03-19 16.16.01 - A peaceful illustration of a person meditating or praying with a warm glow around them, symbolizing self-reflection and inner peace. In the background.webp

Puasa Ramadan: Momen Refleksi dan Kesehatan Mental

Banyak orang takut dihakimi atau bahkan nggak tahu harus mulai dari mana. Padahal, mengecek kesehatan mental itu sama pentingnya seperti memeriksa kesehatan fisik.

Sayangnya, banyak mitos yang membuat orang ragu untuk memulai. Misalnya, ada yang bilang tes kesehatan mental itu cuma untuk mereka yang kondisinya sudah parah.

Tes Kesehatan Mental Itu Bukan Cuma Buat Orang “Gila”

Faktanya, tes ini nggak cuma untuk orang yang sudah sampai tahap depresi berat atau gangguan mental serius. Tes ini lebih seperti sistem peringatan dini untuk mengetahui apakah ada hal yang perlu diperhatikan sebelum masalahnya membesar. 

Kamu nggak harus menunggu sampai stres berat atau anxiety nggak tertahan lagi untuk memulainya.

Ada juga mitos yang mengatakan tes kesehatan mental itu nggak akurat. Katanya, “Ah, kan ini cuma soal perasaan, nggak bisa diukur.” Tapi kamu harus tahu kalau tes ini dirancang berdasarkan penelitian ilmiah dan sering digunakan oleh profesional di bidang psikologi atau psikiatri. 

Jadi, ini bukan sekadar tebak-tebakan atau sesuatu yang nggak jelas. Tes kesehatan mental justru membantu kamu dan profesional mendapatkan gambaran objektif tentang kondisi kamu.

Kemudian, banyak orang yang merasa tes online sudah cukup. Walaupun, tes online itu praktis banget, dan banyak yang gratis juga. Tapi penting untuk kamu tahu kalau tes online itu sifatnya hanya screening awal. Kalau hasilnya menunjukkan ada tanda-tanda tertentu, itu berarti kamu butuh berbicara langsung dengan profesional. 

Tes Online Boleh, Tapi Konsultasi Langsung Lebih Penting

Konsultasi langsung ini sangat penting karena mereka bisa memberikan analisis yang lebih mendalam, plus panduan untuk langkah selanjutnya.

Masalah biaya juga sering menjadi alasan untuk nggak ikut tes kesehatan mental. Banyak yang berpikir, “Pasti mahal banget deh.” Tapi, kamu tahu nggak, sekarang sudah banyak layanan yang murah atau bahkan gratis? Di puskesmas atau layanan kesehatan pemerintah, tes ini biasanya disediakan dengan biaya yang sangat terjangkau. 

Bahkan, beberapa kampus atau kantor sudah mulai memberikan fasilitas ini secara gratis untuk mahasiswa atau karyawannya. Jadi, alasan soal biaya ini sebenarnya sudah nggak relevan lagi.

Yang nggak kalah penting adalah soal stigma. Kadang, kita takut orang lain akan melihat kita “lemah” kalau tahu kita ikut tes kesehatan mental. 

Stigma Itu Bukan Alasan, Kesehatan Mental Itu Self-Care!

Menjaga kesehatan mental itu justru bukti kalau kamu peduli pada diri sendiri. Sama seperti kamu ke dokter untuk memeriksa tekanan darah atau gula darah. Ini adalah bentuk self-care, dan nggak ada yang salah dengan itu.

Tes kesehatan mental itu bukan sesuatu yang menakutkan, apalagi sesuatu yang membuat kamu malu. Justru, ini langkah baik untuk kamu menjaga keseimbangan hidup.

Kalau kamu merasa nggak stabil atau hanya ingin tahu lebih banyak tentang diri kamu, cobalah mulai konsultasi atau tes kesehatan mental.

Ingat, kesehatan mental itu sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kamu berhak hidup bahagia dan seimbang, jadi jangan takut untuk mengambil langkah pertama. Tetap kuat, kamu pantas mendapatkan hidup yang lebih baik!

large_test-paper-7702622_1280.webp

medium_test-paper-7702622_1280.webp

small_test-paper-7702622_1280.webp

thumbnail_test-paper-7702622_1280.webp

test-paper-7702622_1280.webp

Tes Kesehatan Mental itu Self-Care!

Acara ini diadakan secara daring dan luring, dengan peserta daring yang tersebar di Mojokerto, Surabaya, dan Blitar. Lebih dari 25 anggota IIKK Perum Jasa Tirta 1 turut serta dalam acara ini.

Dengan banyaknya karyawan Perum Jasa Tirta 1 yang memiliki anak balita, kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai cara mengatasi tantrum pada anak. 

"Materi ini sangat penting karena banyak karyawan yang menghadapi tantangan dalam menangani perilaku anak mereka," ujar salah satu penyelenggara acara.

Noventia Sekar Pratiwi, M.Psi., Psikolog, yang merupakan Associate Psikolog dari Kancamu, menjadi pemateri dalam talkshow ini. Ia memberikan materi yang komprehensif tentang tantrum pada anak, mulai dari penyebab hingga cara mengatasinya. 

"Menghadapi tantrum anak memerlukan pemahaman yang mendalam dan pendekatan yang tepat," jelas Noventia dalam sesi pembukaannya.

Para peserta tampak sangat antusias dan memperhatikan dengan seksama selama pemaparan materi berlangsung. "Informasi yang disampaikan sangat membuka wawasan kami sebagai orang tua," kata salah satu peserta.

Sesi tanya jawab juga berlangsung meriah, dengan banyak peserta yang mengajukan berbagai pertanyaan. Empat orang peserta, terdiri dari dua ibu muda dan dua orang yang tampak sudah bercucu, mengajukan pertanyaan mengenai apakah gadget dan gula dapat menyebabkan tantrum, validasi perilaku anak yang dianggap tantrum, serta cara mengatasi tantrum pada anak yang akan memiliki adik baru. 

"Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menunjukkan betapa relevannya topik ini bagi banyak orang tua," tambah Noventia. Namun, karena keterbatasan waktu, beberapa pertanyaan tidak sempat terjawab.

Kesan dari peserta dan penyelenggara sangat positif. Mereka merasa kegiatan ini sangat membuka wawasan terkait parenting dan sangat membantu para orang tua untuk lebih paham dalam menyelesaikan permasalahan tantrum pada anak. 

"Harapan kami adalah agar kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan dengan topik-topik yang tidak kalah menarik dan bermanfaat," ungkap salah satu penyelenggara.

Peran Kancamu sebagai penyedia materi dan dukungan profesional dari Noventia Sekar Pratiwi, M.Psi., Psikolog, sangat penting dalam kesuksesan acara ini. Kegiatan ini memberikan dampak positif bagi para peserta yang kini lebih memahami bagaimana menghadapi tantrum pada anak dengan cara yang lebih efektif dan ilmiah.

small_Kancamu Tirta.webp

thumbnail_Kancamu Tirta.webp

Kancamu Tirta.webp

Talkshow Parenting Kancamu: Tips Orang Tua atasi Tantrum pada Anak Bersama Jasa Tirta

Tertawa tidak hanya sekadar reaksi spontan terhadap humor, tetapi juga merupakan kekuatan besar yang mampu meningkatkan kesejahteraan emosional seseorang. Psikologi kehumoran menjadi sebuah disiplin yang memahami bagaimana tawa dapat memengaruhi pikiran, perasaan, dan bahkan kesehatan fisik. Fenomena ini bukan hanya sebatas hiburan semata, tetapi juga memiliki dampak positif yang mendalam terhadap aspek-aspek psikologis manusia.

Tertawa memiliki kemampuan alami untuk mengurangi tingkat stres dan kecemasan. Saat kita tertawa, tubuh melepaskan endorfin, hormon kebahagiaan, yang secara efektif mengurangi perasaan tegang dan meningkatkan mood. Psikologi kehumoran menunjukkan bahwa melibatkan diri dalam aktivitas yang memicu tawa secara teratur dapat membantu menciptakan pola pikir yang lebih positif, mengurangi tekanan darah, dan bahkan memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Selain itu, kehadiran kehumoran dalam interaksi sosial memiliki peran penting dalam membentuk hubungan antarpribadi. Bersama-sama tertawa menciptakan ikatan yang kuat di antara individu, mengurangi ketegangan sosial, dan menciptakan lingkungan yang nyaman. Psikologi kehumoran juga menunjukkan bahwa orang yang mampu membuat dan memahami humor cenderung lebih mudah diterima dalam kelompok sosial.

Psikologi kehumoran tidak hanya membahas tentang bagaimana tawa memengaruhi individu, tetapi juga memahami peran pentingnya dalam menanggapi stres dan kesulitan hidup. Humor seringkali menjadi strategi koping yang efektif dalam menghadapi tantangan. Dengan melihat kehidupan dengan candaan, seseorang dapat mengubah perspektifnya terhadap situasi sulit, membantu mengurangi beban psikologis, dan meningkatkan ketahanan mental.

Terakhir, psikologi kehumoran memberikan pandangan tentang kekuatan humor sebagai sarana ekspresi diri. Melalui humor, seseorang dapat menyampaikan pesan, mengatasi konflik, dan menciptakan iklim positif di sekitarnya. Bahkan dalam keadaan sulit, kemampuan untuk menemukan sisi lucu atau absurd dapat menjadi alat yang efektif untuk melepas ketegangan dan mempromosikan kesejahteraan emosional.

Dalam keseluruhan, melibatkan diri dalam kehumoran bukan hanya tentang mencari kesenangan, tetapi juga merupakan langkah bijak dalam merawat kesejahteraan emosional. Dengan memahami psikologi kehumoran, kita dapat mengakses kekuatan tawa sebagai alat yang efektif untuk menjalani kehidupan dengan lebih ringan dan bahagia.

tawa.avif

Psikologi Kehumoran dalam Meningkatkan Kesejahteraan Emosional

Dalam era yang penuh dengan tekanan dan tuntutan kehidupan sehari-hari, menjaga kesehatan mental menjadi semakin penting. Salah satu aspek krusial yang sering diabaikan adalah self-care, sebuah konsep yang melibatkan upaya sadar untuk merawat diri sendiri. Self-care bukanlah tindakan egois, melainkan investasi dalam kesehatan mental yang dapat membawa dampak positif pada kualitas hidup seseorang.

Pertama-tama, self-care mencakup pengenalan dan penghormatan terhadap kebutuhan diri sendiri. Ini melibatkan pemahaman mendalam tentang apa yang membuat Anda bahagia, apa yang membuat Anda stres, dan bagaimana Anda merespon situasi tertentu secara emosional. Dengan mengenali diri, Anda dapat lebih efektif menanggapi kebutuhan mental Anda.

Melibatkan diri dalam kegiatan yang memberikan kegembiraan dan relaksasi adalah langkah berikutnya dalam self-care. Bisa jadi itu membaca buku, mendengarkan musik, atau menjalani hobi yang dinikmati. Aktivitas ini membantu mengurangi tingkat stres dan memberikan kesempatan untuk menghilangkan diri dari tekanan sehari-hari.

Selain itu, self-care melibatkan perawatan fisik, seperti tidur yang cukup dan pola makan sehat. Kesehatan fisik dan mental memiliki keterkaitan yang erat, dan dengan memperhatikan kebutuhan tubuh, seseorang dapat mencapai keseimbangan yang lebih baik antara tubuh dan pikiran.

Tidak kalah pentingnya, self-care juga melibatkan pengelolaan waktu dengan bijak. Menetapkan batasan waktu untuk pekerjaan dan memberikan waktu untuk istirahat adalah aspek kunci dalam menjaga keseimbangan kehidupan. Tanpa batasan ini, risiko kelelahan fisik dan mental dapat meningkat.

Mengelola ekspektasi diri adalah langkah lain yang esensial dalam self-care. Terkadang, tekanan datang dari diri sendiri untuk mencapai standar yang tidak realistis. Dengan mengenali dan mengelola ekspektasi ini, seseorang dapat mengurangi beban mental yang tidak perlu.

Self-care juga mencakup kemampuan untuk mengatasi stres dengan strategi yang tepat. Meditasi, yoga, atau bahkan hanya berjalan-jalan singkat dapat menjadi cara yang efektif untuk menenangkan pikiran dan meredakan tekanan.

medium_tips-dan-manfaat-meningkatkan-self-love-dalam-hidupmu-medium.jpg

small_tips-dan-manfaat-meningkatkan-self-love-dalam-hidupmu-medium.jpg

thumbnail_tips-dan-manfaat-meningkatkan-self-love-dalam-hidupmu-medium.jpg

tips-dan-manfaat-meningkatkan-self-love-dalam-hidupmu-medium.jpg

Pentingnya Self-Care dalam Kesehatan Mental

Hewan peliharaan, khususnya kucing, telah lama dikenal memiliki dampak positif pada kesehatan mental manusia. Fenomena ini tidak hanya sekadar kebetulan, melainkan telah diakui oleh banyak penelitian psikologi. Bagaimana kucing, dengan segala tingkah laku dan kelembutannya, dapat menjadi penyembuh bagi stres dan kecemasan seseorang?

Pertama-tama, kucing dikenal sebagai hewan yang mampu menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan pemiliknya. Keberadaan kucing dapat memberikan rasa keamanan dan kenyamanan, menciptakan suatu hubungan saling percaya yang dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan seseorang. Sentuhan lembut dan suara pelan kucing dapat memberikan efek menenangkan, mengurangi tekanan darah dan meningkatkan mood.

Selain itu, kucing juga menjadi sumber kegembiraan dan keceriaan bagi pemiliknya. Tingkah laku lucu dan keisengan kucing mampu membuat orang tertawa dan merasa bahagia. Tawa ini memiliki dampak positif terhadap produksi endorfin, hormon kebahagiaan dalam tubuh manusia. Dengan begitu, kehadiran kucing tidak hanya memberikan hiburan fisik, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan emosional secara keseluruhan.

Psikologi hewan menyatakan bahwa memiliki tanggung jawab terhadap hewan peliharaan dapat memberikan struktur dan tujuan hidup bagi pemiliknya. Rutinitas sehari-hari, seperti memberi makan, bermain, dan merawat kucing, dapat membantu menciptakan rutinitas sehat bagi pemiliknya. Ini tidak hanya menciptakan keteraturan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga memberikan perasaan kepemilikan yang dapat meningkatkan rasa harga diri dan tanggung jawab.

Terakhir, keberadaan kucing dapat menjadi katalisator untuk interaksi sosial. Pemilik kucing sering kali terlibat dalam komunitas online atau offline dengan sesama pecinta kucing. Berbagi pengalaman, tips perawatan, dan bahkan foto kucing dapat membuka pintu untuk hubungan sosial yang lebih erat. Interaksi ini dapat mengurangi rasa kesepian dan meningkatkan dukungan sosial, faktor penting dalam menjaga kesehatan mental.

Secara keseluruhan, hobi kucing tidak hanya memberikan kebahagiaan instan melalui interaksi positif, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang dalam membentuk kesehatan mental yang lebih baik. Dengan cara yang unik dan penuh cinta, kucing telah membuktikan diri sebagai sahabat yang tak ternilai, membantu kita melewati tantangan kehidupan sehari-hari dengan lebih ringan dan bahagia.

large_kucing.jpeg

medium_kucing.jpeg

small_kucing.jpeg

thumbnail_kucing.jpeg

kucing.jpeg

Manfaat Hewan Peliharaan untuk Kesehatan Mental

Halo, namaku Mira dan aku adalah Blog Writer di Satu Persen. Kali ini kamu bakal ngebahas soal perbedaan konseling, coaching, dan mentoring. Stay tune dan baca sampe abis ya, biar kamu bisa dapet keseluruhan insight-nya!

Penasaran dengan perbedaan antara konseling, coaching, dan mentoring? Ingin memperoleh nasihat dan bimbingan dalam hidupmu tetapi bingung akan pilihan yang tepat? Jangan khawatir, blog ini hadir untuk membantumu!

Konseling, coaching, dan mentoring adalah tiga pendekatan yang berbeda, dengan tujuan dan teknik unik masing-masing. Bersama-sama, kita akan menjelajahi perbedaan-perbedaan ini sehingga kamu dapat membuat keputusan yang tepat untuk mencapai tujuan hidupmu.

large_pexels-alex-green-5699479-1.jpg

medium_pexels-alex-green-5699479-1.jpg

small_pexels-alex-green-5699479-1.jpg

thumbnail_pexels-alex-green-5699479-1.jpg

pexels-alex-green-5699479-1.jpg

Konseling, Coaching, dan Mentoring : Apa bedanya?

Lo pasti pernah denger istilah Alpha Male? Apalagi di dunia internet, istilah ini udah banyak banget digunakan buat ngomongin cowok-cowok yang dianggap "pemimpin" dalam sebuah grup atau komunitas. Tapi sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan Alpha Male?

Buat lebih jelasnya, mari kita bahas dulu gimana konsep hierarki sosial di dunia hewan. Lo tau kan, bahwa semua binatang sosial, termasuk manusia, punya hierarki sosial di dalam kelompok mereka. Nah, konsep ini berlaku juga untuk primata seperti kera dan simpanse.

Nah, di dalam kelompok primata, ada yang disebut sebagai "Alpha Male". Alpha Male ini adalah jantan yang menduduki posisi tertinggi dalam hierarki sosial kelompok tersebut.

Jadi, Alpha Male adalah jantan yang diakui oleh anggota kelompok lainnya sebagai yang paling dominan.

large_alpha male.webp

medium_alpha male.webp

small_alpha male.webp

thumbnail_alpha male.webp

alpha male.webp

Alpha Male Itu Memang Keren atau Sok Keren?

Tak perlu khawatir lagi akan rasa tidak nyaman dan gugup saat berada dalam lingkungan sosial. Dengan beberapa tips dan trik praktis dari ahli psikologi, kamu bisa belajar bagaimana berbicara dengan percaya diri dan bebas dari tekanan kecemasan sosial. Bergabunglah dengan kami untuk mempelajari cara menjadi pribadi yang percaya diri dan bebas dari tekanan. Baca blog lebih lanjut!

Ketika berbicara tentang kepercayaan diri, itu bisa berarti hal yang berbeda untuk orang yang berbeda. Secara umum, kepercayaan diri adalah kepercayaan pada diri sendiri dan kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk menjalani hidup dengan potensi maksimal mereka. Ini adalah perasaan mampu mengambil tugas apa pun dan menyelesaikannya – tidak peduli seberapa sulit atau tidak mungkin kelihatannya.

Tapi ada juga sisi gelap dari kepercayaan diri: kecemasan sosial. Kecemasan sosial adalah ketakutan irasional terhadap penilaian atau kritik dari orang lain dan dapat melumpuhkan kamu ketika datang untuk berinteraksi dengan orang-orang atau bahkan hanya melangkah keluar dari zona nyaman.

Meskipun wajar untuk merasa cemas dalam situasi tertentu, memiliki tingkat kecemasan sosial yang kronis dan melemahkan dapat menjadi kontraproduktif, membuat kamu terjebak dan tidak dapat mencapai potensi penuh.

Hi, kami PSDM Consulting

Portal Baca

Artikel Pilihan

Admin Kancamu

Admin Kancamu

Admin Kancamu

Admin Kancamu

Agiel Nugraha

Kabar Terkini

Hi, kami PSDM Consulting

Portal Baca

Artikel Pilihan

Admin Kancamu

Admin Kancamu

Admin Kancamu

Admin Kancamu

Agiel Nugraha

Kabar Terkini

Ingin Kirimkan Artikel?